Jumat, 09 Maret 2012

Psikologi Hewan:


 
Hewan juga Butuh Kasih Sayang Induknya untuk Perkembangannya.

Sebelum kita membahas mengenai Psikologi Hewan yang ternyata juga Butuh Kasih Sayang Induknya untuk Perkembangannya, maka tidak ada salahnya jika kita bahas pengertian dan apa yang dimaksud dengan psikologi hewan terlebih dahulu yang bersumber dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Etologi).
 Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari bahasa Yunani: ἦθος, ethos, "karakter"; dan –λογία, -logia) adalah suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Meski sepanjang sejarah telah banyak naturalis yang mempelajari aneka aspek dari tingkah laku hewan, disiplin ilmu etologi modern umumnya dianggap lahir di sekitar tahun 1930an tatkala biolog berkebangsaan Belanda Nikolaas Tinbergen dan Konrad Lorenz, biolog dari Austria, mulai merintisnya. Atas jerih payahnya, kedua peneliti ini kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang kedokteran pada tahun 1973.
Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.

Selayaknya manusia, hewanpun membutuhkan kasih sayang dan belaian sang induk, harus ada interaksi sosial yang terjadi antara induk-keturunan selama  periode kritis menjadi kunci perkembangan perilaku yang normal. Jika sang bayi sangat merasa kekurangan kontak sosial dengan induknya, maka ia akan tumbuh secara tidak normal. Lebih besar perasaan kehilangan pada sang bayi, maka akan lebih besar pula kelainan sang bayi dalam perilaku sosial ketika hidup semakin tumbuh menjadi anak-anak dan dewasa.
Suatu contoh tikus. Seekor induk tikus betina menjilati anaknya ketika lahir dan rangsangan ini telah menghalangi hormon endorphin yang akan menghambat pertumbuhan normal pada sang anak. Sang induk tikus yang memberikan perlakuan rangsangan kepada sang bayi ini juga telah merangsang tumbuhnya sel-sel otak sang bayi yang peka rangsang (hormon glukortikoid) yang tumbuh dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu, perlakuan sang induk juga membuat neuron (sel-sel syaraf) sang bayi akan hidup lebih lama serta memiliki toleransi terhadap stress yang lebih besar.
Dalam artikel yang berjudul “Primata  pada dua kera” yang bersumber dari http://id.merbabu.com/fauna/primata.html, dalam artikel tersebut berisi hasil penelitian terhadap dua kera. Kera tersebut diberi nama Jeepers dan Creepers. Kedua kera ini mendapatkan perlakuan yang berbeda. Jeepers adalah kera yang dilahirkan disebuah kebun bianatang, setelah dilahirkan Jeepers dirawat oleh ibunya. Ibu Jeepers memberikan perhatian sebagaimana seeker ibu kera, menggendongnya, membelainya, dan menyusuinya ketika Jeepers menginginkan makanan. Sedangkan Creepers adalah kera yang berada disangkar yang berbeda, setelah Creepers di lahirkan, ibu Creepers lalu meninggal. Creepers hidup didalam kandang bersama kera dewasa jantan lainnya. Crepeers tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya seperti Jeepers dan jarang diberi makan oleh pemilikinya. Kurang lebih setahun setelah kelahiran kedua kera ini, sebuah infeksi menyerang kebun binatang dan Jeepers dan Creepers pun ikut terinfeksi dan akhirnya mati. Seorang psikolog yang menaruh minat pada perilaku kera melakukan otopsi otak kedua kera tersebut. Dia mendapati dengan takjub bahwa Jeepers memiliki sistem saraf mental yang berkembang baik, mirip sekali dengan sebatang pohon dengan jutaan cabang yang berjalinan dengan rumitnya. Sedangkan sistem saraf mental Creepers sebaliknya, tampak seperti pohon kering. Benar-benar tidak ber-kembang.

Hal ini menandakan bahwa kera juga butuh kasih sayang ibunya. Membutuhkan belaian sang ibu, membutuhkan perlindu-ngan sang ibu, membutuhkan asupan nutrisi langsung dari sang ibu dan lain-lain.

Belum lagi kerabat dekat kera yaitu monyet, Monyet yang dipekerjakan sebagai “topeng monyet” yang sering terlihat di pinggir-pinggir jalan memang sangatlah menghibur. Tetapi tahukah anda bahwa monyet tersebut disiksa oleh pawangnya ketika latihan agar dia bisa berdiri, menari, dan berjalan layaknya manusia. Monyet memang makhluk primata, yang bisa berdirim berjalan, menggunakan tangan dan jari-jarinya untuk menggenggam dan memegang sesuatu. Tetapi dalam melatihnya, sang pawang terkadang menyiksa monyet tersebut dengan tidak memberinya makan, mengikat tangannya, dan lain-lain. Monyet yang akan dilatih sudah dipelahara sejak dia bayi hal ini agar monyet tersebut mudah dilatih. Bisa dibayangkan, manusia memisahkan bayi monyet dari ibunya, lalu tidak merawatnya seperti ibu monyet merawat monyet tersebut. Jadi sebelum kita tertawa melihat atraksi topeng monyet, sebaiknya kita renungkan dulu bagaimana perasaan sang monyet yang tersiksa.

Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan” (Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak tahun 1992. Lima unsur kebebasan tersebut adalah:
  1. Bebas dari rasa lapar dan haus
  2. Bebas dari rasa tidak nyaman
  3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
  4. Bebas mengekspresikan perilaku normal
  5. Bebas dari rasa stress dan tertekan.
Berdasarkan uraian diatas maka gangguan pada kesejahteraan hewan dapat diamati berdasarkan 3 indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator immun dan produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang terjadi pada hewan dapat diamati berdasarkan perubahan pada fisik, mental maupun perilaku. Kondisi kesejahteraan yang buruk yang berkelanjutan akan memicu timbulnya penyakit sebagai bentuk nyata dari gangguan kesejahteraan hewan. Yang mana efek penyakit pada kesejahteraan satwa adalah penderitaan panjang pada hewan (http://www.waspada.co.id).


"Untuk Memenuhi Tugas Ekologi Hewan-Prodi Biologi UMM"
http://umm.ac.id 

Senin, 09 Januari 2012

Refleksi 6


Kelompok 11: Ekosistem Akuatik
·         Ekosistem akuatik adalah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan di ungguli oleh air tawar, yang merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup.
·         Ekosistem air tawar memiliki ciri ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (Dikotil dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau) dan Hampir semua filum dari dunia hewan terdapat pada ekosistem air tawar, misalnya protozoa, spans, cacing, molluska, serangga, ikan, amfibi, reptilia, burung, mammalia. Ada yang selalu hidup di air, ada pula yang ke air bila mencari makanan saja. Hewan yang selalu hidup di air mempunyai cara beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam rendah.
-          Ekosistem air tawar lentik : airnya tidak berarus, ini berarti airnya tidak mengalir. Contohnya Danau, rawa air tawar, kolam, rawa gambut, pasir terapung. Dibedakan menjadi 3 zona
a.       Zona litoral/daerah tepi
b.      Zona limnetik/terbuka atau dapat ditembus oleh mataharii
c.       Zona propundal/peraran dalam tidak dapat menembus.
-          Ekosistem air tawar Lotik : airnya berarus, berarti airnya senantiasa mengalir. Contoh dari ekosistem air tawar lotik sering kita jumpai di sekitar kita. Misalnya : Sungai, dan selokan.
·         Ekosistem air laut, Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl`(55%), namun kadar garam di laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut beriklim dingin). Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
·         Hutan pantai merupakan Hutan yang menyebar di sepanjang pantai yang tidak tergenang oleh pasang surut air laut dengan luas + 3,3 juta hektar.
·         Ciri umum hutan pantai, antara lain Tidak terpengaruh iklim, Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung), Tanah rendah pantai, Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit, dan Dapat dijumpai terutama di pantai selatan P. Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai Sulawesi.
·         Rawa  merupakan Lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis karena rawa adalah habitata yang menyimpan nutrisi bagi banyak makhluk hidup.
·         Hutan Mangrove disebut juga hutan pantai Hutan pasang surut air laut, Hutan payau, atau Hutan bakau. Hal ini Merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini terdapat di di Pulau sumatra, kalimantan, jawa dan irian jaya.

·         Ekosistem pantai karang meliputi terumbu karang merupakan Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-­jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­-jenis moluska.
·         Pantai Berpasir,  Pantai tipe ini umumnya berada didekat muara sungai. Biota penyusun ekosistem ini sevariatif  pantai pasir putih. Kebanyakan Crustacea seperti undur-undur laut (Emerita sp)
·         Pantai Berlumpur, Ekosistem pantai lumpur terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai dengan laut yang berada di muara sungai dan sekitarnya. Apabila sungainya besar, lumpur tersebut membentang luas sampai menjorok ke laut.
·         Eustuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah lembah sungai yang tergenang air laut.


 
Kelompok 12:  SUKSESI
·         Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula.
Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem.
·         Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
·         Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angin topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.  Proses suksesi sangat terkait dengan faktor lingkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah.
·         komponen dalam proses suksesi yaitu:
1. Nudasi         : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi
2. Migrasi        : tersebarnya biji
3. Eksesis        : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi
4. Kompetisi  : adanya pergantian spesies
5. Reaksi         : perubahan habitat karena aktivitas spesies
6. Klimaks       : komunitas stabil
·         Urut-urutan terjadinya proses ini:
Lumut kerak——lumut kerak berdaun——–lumut ——— rumput-rumputan (herbaceus) ——— semak-semak (shrubs) —— pohon-pohonan.
·         Penyebab Suksesi
1.       Iklim. Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
2.       Topografi. Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain: Erosi:  Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai. Pengendapan (denudasi): Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.
3.       Biotik. Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi
·         Tahapan suksesi :
1.       Fase Permulaan
2.       Fase Awal atau Muda
3.       Fase Dewasa
4.       Fase Klimaks